Hukum perdata adalah
aturan-aturan hukum yang mengatur tingkah laku setiap orang terhadap orang lain
yang berkaitan dengan hak dan kewajiban yang timbul dalam pergaulan masyarakat
maupun pergaulan keluarga. Menurut seorang pakar hukum Internasional yaitu H.
F. A Vollmar mengatakan bahwa hukum perdata adalah aturan-aturan atau
norma-norma yang memberikan pembatasan dan oleh karenanya memberikan
perlindungan pada kepentingan - kepentingan perseorangan dalam perbandingan
yang tepat antara kepentingan yang satu dengan kepentingan yang lain dari orang
- orang dalam suatu masyarakat tertentu terutama yang mengenai hubungan
keluarga dan hubungan lalu lintas.
Sejarah membuktikan
bahwa hukum perdata yang saat ini berlaku di Indonesia tidak lepas dari sejarah
hukum perdata eropa. Di eropa continental berlaku hukum perdata romawi,
disamping adanya hukum tertulis dan hukum kebiasaan tertentu.
Pada tahun 1804 atas
prakarsa Napoleon terhimpunlah hukum perdata dalam satu kumpulan peraturan yang
bernama “ Code Civil de Francis” yang juga dapat disebut “Cod Napoleon”.
Sebagai petunjuk penyusunan Code Civil ini digunakan karangan dari beberapa
ahli hukum antara lain Dumoulin, Domat dan Pothis. Disamping itu juga
dipergunakan hukum bumi putera lama, hukum jernoia dan hukum Cononiek. Code
Napoleon ditetapkan sebagai sumber hukum di belanda setelah bebas dari
penjajahan prancis.
Setelah beberapa tahun kemerdekaan, bangsa
memikirkan dan mengerjakan kodifikasi dari hukum perdata. Dan tepatnya 5 juli
1830 kodivikasi ini selesai dengan terbentuknya BW (Burgelijk Wetboek) dn WVK
(Wetboek Van Koopandle) ini adalah produk nasional-nederland yang isinya berasal
dari Code Civil des Prancis dari Code de Commerce.
Hukum Perdata yang
terangkum dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata atau Burgerlijk
Wetboek/BW) yang berlaku di Indonesia saat ini merupakan produk pemerintah
Hindia Belanda yang diberlakukan berdasarkan asas konkordansi, artinya bahwa
hukum yang berlaku di negeri Belanda. Kodifikasi Hukum Perdata Belanda mulai
berlaku di Indonesia dengan STB. 1848, hanya diberlakukan bagi orang-orang
eropa dan dipersamakan dengan mereka. Disamping itu yang menjadi dasar hukum
berlakunya KUHPerdata di Indonesia adalah Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945
berbunyi: "segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung
berlaku selama belum diadakan yang baru menurut UU ini". Tujuannya untuk mengisi
kekosongan hukum (revhtvacum) di bidang Hukum Perdata.
Di Indonesia berlakunya
Hukum Perdata itu beraneka ragam (pluralistis), artinya hukum perdata yang
berlaku itu terdiri dari berbagai macam sistem hukum yang dianut oleh penduduk
Indonesia, ada yang tunduk pada Hukum Adat, Hukum Islam, dan hukum Perdata
Barat. sebab-sebab timbulnya pluralisme dalam hukum perdata yaitu adanya faktor
politik Pemerintahan Hindia Belanda dan belum adanya ketentuan hukum perdata
yang berlaku secara nasional.
KUH
Perdata
Yang dimaksud dengan hukum
perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di
Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat
[Belanda] yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa
disingkat dengan B.W. Sebagian materi B.W. sudah dicabut berlakunya & sudah
diganti dengan Undang-Undang RI misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak
Tanggungan, UU Kepailitan.
Pada 31 Oktober 1837,
Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem di angkat menjadi ketua panitia kodifikasi
dengan Mr. A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer masing-masing sebagai anggota yang
kemudian anggotanya ini diganti dengan Mr. J.Schneither dan Mr. A.J. van Nes.
Kodifikasi KUHPdt. Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui Staatsblad No.
23 dan berlaku Januari 1948.
Setelah Indonesia
Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, KUHPdt. Hindia
Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan undang-undang baru
berdasarkan Undang – Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda disebut juga Kitab
Undang – Undang Hukun Perdata Indonesia sebagai induk hukum perdata Indonesia.
Isi
KUH Perdata
KUH Perdata terdiri dari 4 bagian yaitu :
Buku 1 tentang Orang
Buku 2 tentang Benda
Buku 3 tentang Perikatan
Buku 4 tentang Daluwarsa dan Pembuktian
Hukum dagang ialah
aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan orang yang satu dengan yang lainnya,
khusunya dalam perniagaan.
Hukum Dagang Indonesia terutama bersumber pada
:
1. Hukum tertulis yang dikofifikasikan
a. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
(KUHD) atau Wetboek van Koophandel Indonesia (W.v.K)
b. Kitab Undang-Undang Hukum Sipil
(KUHS) atau Burgerlijk Wetboek Indonesia (BW)
2. Hukum tertulis yang belum dikodifikasikan, yaitu
peraturan perundangan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan
dengan perdagangan (C.S.T. Kansil, 1985 : 7).
Sifat hukum dagang yang merupakan perjanjian yang mengikat pihak-pihak yang mengadakan perjanjian.
Pada awalnya hukum
dagang berinduk pada hukum perdata. Namun, seirinbg berjalannya waktu hukum
dagang mengkodifikasi(mengumpulkan) aturan-aturan hukumnya sehingga terciptalah
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang ( KUHD ) yang sekarang telah berdiri sendiri
atau terpisah dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ( KUHPer ).
Hubungan hukum perdata
dengan hukum dagang saling berkaitan satu sama lainnya sehingga tidak terdapat
perbedaan secara pinsipil antara keduanya. Hal ini dibuktikan di dalam Pasal 1
dan Pasal 15 KUH Dagang. Di dalam Pasal 1 KUH Dagang disebutkan bahwa KUH Perdata
seberapa jauh dari padanya dalam kitab ini tidak khusus diadakan
penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang dibicarakan dalam
kitab ini. Kemudian, di dalam Pasal 15 KUH Dagang, segala persoalan dalam bab
ini dikuasai oleh persetujuan pihak-pihak yang bersangkutan, oleh kitab ini,
dan oleh hukum perdata.
Bedasarkan Pasal 1 dan Pasal 15 KUHD dapat diketahui kedudukan KUH Dagang
terhadap KUH Perdata. KUH Dagang merupakan hukum khusus (lex specialis), sedangkan
KUH Perdata merupakan hukum umum (lex genelaris), sehingga berlaku
suatu asas lex specialis derogat legi genelari, artinya hukum khusus dapat
mengesampingkan hukum umum.
Pada tahun 1938, pengertian perbuatan dagang menjadi lebih luas dan
dirubah menjadi perbuatan perusahaan yang mengandung arti menjadi
lebih luas sehingga berlaku bagi setiap pengusaha (perusaaan) bukan hanya
kepada para pedagang.
Daftar Pustaka
Muhammad, Prof. Abdulkadir. Hukum Perdata Indonesia.
PT. Citra Adtya Bakti. Bandung. 2010
Purwosucipto. 1999. Hukum Dagang Jilid 1, 2, 6,
dan 7, Jakarta:
Djambatan.
Komentar
Posting Komentar