Langsung ke konten utama

Kontrak dalam Bidang Bisnis dan Perdagangan

A. PENGERTIAN, SYARAT SAHNYA, ASAS – ASAS, DAN SUMBER HUKUM  KONTRAK BISNIS ( PERJANJIAN )
1. Pengertian Kontrak
Kontrak atau contracts (dalam bahasa Inggris) dan overeenkomst (dalam bahasa Belanda) dalam pengertian luas sering juga di namakan dengan istilah perjanjian. Kontrak adalah dimana dua orang atau lebih saling berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan tertentu, biasanya secara tertulis. Para pihak yang bersepakat mengenai hal-hal yang diperjanjikan, berkewajiban untuk mentaati dan melaksanakanya, sehingga perjanjian tersebut menimbulkan hubungan hokum yang di sebut perikatan (verbintenis). Dengan demikian kontrak dapat menimbulkan hak dan kewajiban bagi  para pihak yang membuat kontrak tersebut, karena itu kontrak yang mereka buat adalah sumber hokum formal, asal kontrak tersebut adalah kontrak yang sah. Berdasarkan pasal 1233 KUH Perdata ( B.W.) perikatan bisa terjadi karena perjanjian maupun karena undang-undang. Jadi makna perikatan lebih luas dari kata perjanjian, karena perikatan bisa ada karena undang-undang dan perjanjian. Didalam perikatan yang lahir karena undang-undang asas kebebasan untuk mengadakan perjanjian tidak berlaku. Suatu perbuatan bisa menjadi perikatan karena kehendak dari undang- undang.

Untuk perikatan-perikatan yang lahir dari perjanjian maka pembentuk undang- undang memberikan aturan-atuan yang umum, namun tidak demikian halnya dengan perikatan yang lahir karena undang-undang, pembentuk undang-undang membuat aturan- aturan yang harus dipenuhi oleh para pihak untuk memenuhi kewajibannya.


Terjadinya Perikatan Didalam pasal 1353 KUH Perdata disebutkan :
” Perikatan-perikatan yang dilahirkan oleh undang-undang sebagai akibat perbuatan orang, dapat terjadi / terbit karena perbutan yang dibolehkan/ halal atau dari perbuatan melawan hukum ”.

Bahwa untuk terjadinya perikatan diatas, undang-undang tidak mewajibkan dipenuhinya syarat-syarat sebagaimana yang ditentukan untuk terjadinya perjanjian sebagaimana yang diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata, karena perikatan itu bersumber dari undang-undang, sehingga terlepas dari kemauan para pihak. Apabila ada suatu perbuatan hukum, yang memenuhi beberapa unsur tertentu , undang-undang lalu menetapkan perbuatan hukum tersebut adalah suatu perikatan., sebagai contoh :
a. Perikatan untuk memberikan nafkah kepada istri dan anak,
b. Perikatan mengurusi kepentingan orang lain secara sukarela dengan tidak mendapat perintah dari pihak yang berkepentingan sehingga pihak yang diwakili dapat mengerjakan sendiri urusan itu sendiri ( Zaakwarneming / Pasal 1354 ) dan hal ini berbeda perikatan untuk memberikan kuasa yang diatur pasal 1792 KUH Perdata, dimana penerima kuasa bisa memperoleh honor dari urusan yang dikuasakan kepadanya.

Perikatan yang lahir karena perbuatan melawan hukum sebagaimana yang diatur dalam pasal 1365 KUH Perdata yang berbunyi :
” Setiap perbuatan yang melawan hukum yang mengakibatkan kerugian kepada orang lain, mewajibkan kepada pihak / orang yang melakukan kesalahan tersebut kepada pihak lainnya itu untuk memberikan ganti rugi ”.

2. Syarat Syahnya Kontrak Menurut pasal 1320 KUH perdata kontrak adalah sah bila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Sepakat para pihak untuk mengikatkan dirinya;
2. Cakap untuk membuat suatu perikatan;
3. suatu hal tertentu; dan 4. suatu sebab yang halal.(3)

a. Syarat Subjektif
Syarat pertama dan kedua adalah mengenai subyeknya / para pihak yang mengadakan kontrak, maka disebut syarat subyektif, karena jika syarat subyektif tidak terpenuhi maka perjanjian itu dapat dimintakan pembatalannya.
Syarat ini apabila dilangar maka kontrak dapat dibatalkan, meliputi:
1)  kecakapan untuk membuat kontrak (dewasa dan tidak sakit ingatan);
2)  kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya.

Dengan diperlukannya kata ” sepakat ”, maka berarti kedua pihak haruslah mempunyai kebebasan kehendak dan tidak mendapat suatu tekanan yang mengakibatkan adanya ” cacat ” bagi perujudan kehendak tersebut.

b. Syarat objektif, syarat ini apabila dilanggar maka kontraknya batal demi hukum, meliputi:
1)  suatu hal (objek) tertentu;
2)  suatu sebab yang halal (kausa).

3. Asas-Asas Dalam Hukum Kontrak
Menurut pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata menyatakan : ” Bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya ”. Dari bunyi pasal tersebut sangat jelas terkandung asas-asas kontrak sebagai berikut :
1). Konsensus / sepakat , artinya perjanjian itu telah terjadi jika telah ada konsensus / sepakat antara pihak-pihak yang mengadakan kontrak.
2). Kebebasan berkontrak, artinya seseorang bebas untuk mengadakan perjanjian, bebas mengenai apa yang diperjanjikan, bebas mengenai bentuk kontraknya. Asas kebebasan berkontrak ini juga meliputi :
      - Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian
      - Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat perjanjian;
      - Kebebasan untuk menentukan atau memilih causa / isi dari perjanjian yang akan dibuatnya;
      - Kebebasan untuk menentukan obyek perjanjian;
      - Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian.
3). Pacta sunt servanda, artinya kontrak itu merupakan undang-undang bagi para pihak yang membuatnya ( mengikat dan memaksa ).
4). Asas kepercayaan, artinya kontrak harus dilandasi oleh i’tikad baik para pihak sehingga tidak unsur manipulasi dalam melakukan kontrak.( pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata menyatakan : ” perjanjian harus dilaksanakan dengan i’tikad baik ”
5). Asas persamaan hak dan keseimbangan dalam kewajiban
6). Asas moral dan kepatutan
7). Asas kebiasaan dan kepastian hukum

4.  Sumber Hukum Kontrak
Mengenai sumber hukum kontrak yang bersumber dari undang-undang  dijelaskan:
a.  Persetujuan para pihak (kontrak);
b.  Undang-undang selanjutnya yang lahir dari UU ini dapat dibagi:
            1) Undang-undang saja
2) UU karena suatu perbuatan, selanjutnya yang lahir dari UU karena suatu perbuatan dapat dibagi:
            a)   yang dibolehkan (zaakwaarnaming);
b) yang berlawanan dengan hokum, misalnya seorang karyawan yang membocorkan rahasia perusahaan, meskipun dalam kontrak kerja tidak disebutkan, perusahaan dapat saja menuntut karyawan tersebut karena perbuatan itu oleh UU termasuk perbuatan yang melawan hukum (onrechtsmatige daad),untuk hal ini dapat dilihat pasal 1365 KUH Perdata.

B. JENIS-JENIS KONTRAK DAN BERAKHIRNYA KONTRAK
1. Macam-macam Kontrak
Berikut ini beberapa contoh kontrak khusus dan penting yang banyak terjadi dalam praktik bisnis pada umumnya.
a. Perjanjian Kredit
1) Pengertian Kredit
Kredit atau credere (dalam bahasa Romawi) artinya percaya, kepercayaan ini merupakan dasar dari setiap perjanjian. Adapun unsure dari kredit adalah adanya dua pihak, kesepakatan pinjam-meminjam (lihat lagi pasal 1754 KUH Perdata tentang Perjanjian Pinjam-Meminjam), kepercayaan, prestasi, imbalan, dan jangka waktu tertentu dengan objeknya benda.
Sedangkan dasar dari perjanjian kredit adalah UU Perbankan No. 10 Tahun 1998 tentang perjanjian kredit diatur dalam Pasal 1 Ayat 11, yang berbunyi:

Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang bisa dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank (kreditor) denganpihak lain (debitor) yang mewajibkan pihak peminjamuntuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

2) Perjanjian Kredit Uang
Para Pihak. Menurut Pasal 16 UU Perbankan No. 10 Tahun 1998, setiap pihak yang melakukan aktivitas menghimpun dana dari masyarakat wajib memiliki izin usaha sebagai Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat, persyaratan tersebut adalah :
- susunan organisasi dan pengurusan
- permodalan
- kepemilikan
- keahlian bidang Perbankan
- kelayakan rencana kerja dan
- hal-hal lain yang ditetapkan Bank Indonesia

Bunga. Meskipun suku bunga menurut UU tidak boleh lebih 6% (S. 1848 No. 22) tetapi dalam praktik bisnis kesepakatan antara kreditor dan debitor biasanya boleh lebih dari ditentukan, yang penting bunga itu ada. UU Perbankan kita memang menganut sistem bunga mengambang yang sebetulnya cenderung mengarah ke riba yang bisa merusak dan bisa terjadi ketidakseimbangan mengingat masyarakat kita masih memerlukan pembinaan untuk bergerak di bidang bisnis.

Batas Maksimum Pemberian Kredit. Menurut UU Perbankan Pasal 11 Ayat 2, batas maksimum pemberian kredit tidak boleh melebihi 30% dari modal bank yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas.

Jaminan. Di dalam dalam pemberian kredit, Bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat termasuk resiko yang harus dihadapi atas pengembalian kredit. Untuk memperoleh keyakinan sebelum memberikan kredit, Bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha Debitur. Agunan merupakan salah satu unsur jaminan kredit agar Bank dapat memperoleh tambahan keyakinan atas kemampuan Debitur untuk mengembalikan utangnya.

Yang dimaksud dengan Jaminan dalam arti luas adalah jaminan yang bersifat materil maupun yang bersifat immateril. Jaminan yang bersifat materil misalnya bangunan, tanah, kendaraan, perhiasan, surat berharga. Sedangkan jaminan yang bersifat immateril misalnya jaminan perorangan (borgtocht).

Dari sifat dan wujudnya benda menurut hukum dapat dibedakan atas benda bergerak (roerende goederen) dan benda tidak bergerak (onroerende goederen).

Jangka Waktu. Dalam perjanjian kredit perlu diatur jangka waktunya mengingat kredit adalah kontrak yang suatu waktu harus dikembalikan. Bila suda jatuh tempo debitur masih juga tidak memenuhi kewajiban, apalagi dengan indikasi sengaja atau lalai, perlu dicantumkan  sangsi atas kelalaian itu baik berupa benda, bunga, biaya perkara, jaminan sita barang atau sandera badan, termasuk waktu maksimal yang ditentukan sehingga debitur tidak berlarut-larut.

b. Perjanjian Leasing (Kredit Barang)
1)  Pengertian Leasing
Leasing berasal dari kata lease (dalam bahasa Inggris) adalah perjanjian yang membayarnya dilakukan secara angsuran dan hak milik atas barang itu beralih kepada pembeli setelah angsuranya lunas dibayar (Keputusan Menteri Perdagangan No. 34/KP/II/1980).
2) Ciri – ciri Pokok Leasing
    Hak milik atas barang baruberalih setelah lunas pembayaran, berarti selama kurun waktu kontrak berjalan hak milik masih menjadi hak lessor, hal ini berbeda dengan perjanjian pembiayaan untuk jual beli barang; sewaktu-waktu lessor bisa membatalkan kontrak bila lessee lalai; leasing bukan perjanjian kredit murni, namun cendrung perjanjian kredit dengan jaminan terselubung; ada regristrasi kredit dengan tujuan untuk melahirkan sifat kebendaan dari perjanjian jaminan.

Menurut Komar Andasasmita (1983: 38), cirri-ciri pokok leasing adalah:
1. Menyangkut barang atau objek khusus yang merupakan satu kesatuan tersendiri;
2. Memperoleh pemakaian merupakan tujuan utama;
3. Ada hubungan antara lamanya kontrak dengan jangka waktu pemakaian objek leasing;
4. Tenggang waktu kontrak berlaku tetap;
5. Tenggang waktu tersebut sesuai dengan maksud para pihak seluruhnya atau hamper sama dengan lamanya pemakaian barang yang merupakan objek perjanjian dilihat dari segi ekonomi menurut perkiraan para pihak.

c. Perjanjian Keagenan dan Dristibutor
1) Pengertian Keagenan
Agen atau agent (dalam bahasa Inggris) adalah perusahaan nasional yang menjalankan keagenan, sedangkan keagenan adalah hubungan hukum antara pemegang merek (principal) dan suatu perusahaan dalam penunjukan untuk melakukan perakitan/pembuatan/manufaktur serta penjualan/distribusi barang modal atau produkindustri tertentu.

Jasa keagenan adalah usaha jasa perantara untuk melakukan suatu transaksi bisnis tertentu yang menghubungkan produsen di satu pihak dan konsumen di lain pihak.

Sedangkan menurut Henry R. Cheeseman (1998:505):
Agent is the party who agrees to act on behalf of another.
Principal is the party who employs another person on act on his or her behalf.
Agency  is the principal-agent relationship; the fiduciary relationship “which results from     the manifestation of consent by one person to another that the other shall act in his behalf  and subject to his control, and consent by the other so to act.”

2) Hubungan Hukum Keagenan
Hubungan hukum antara agen dengan principal merupakan hubungan yang dibangun melalui mekanisme layanan lepas jual, disini hak milik atas produk yang dijual oleh agen tidak lagi berada pada principal melainkan sudah berpindah kepada agen, karena pada prinsipnya agen telah membeli produk dari principal.

3) Status Hukum Keagenan
A. Hukum keagenan hanya diatur oleh Keputusan Menteri saja, hal ini menyebabkan lemahnya status dan hubungan hukum yang terjadi pada bisnis keagenan bahkan banyak terjadi praktik-praktik penyimpangan;
B. Kontrak harus di tandatangani secara langsung antara principal dan agen;
C. Kontrak antara principal dan agen wajib didaftarkan ke Departemen Perindustrian dan Perdagangan, kalau tidak berarti batal demi hukum;
D. Persyaratan untuk mendapatkan Surat Tanda Pendaftaran menurut Instruksi Direktorat Jendral Perdagangan Dalam Negeri No. 01 Tahun 1985;
1. Surat permohonan dari perusahaan yang berbentuk badan hukum;
2. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP);
3. Akta Pendirian Perusahaan dan Perubahanya;
4. Tanda Daftar Perusahaan yang masih berlaku;
5. Fotokopi surat penunjukan (letter of  appointment) atau kontrak (agreement) yang telah di legalisir oleh notaris dan perwakilan RI di luar negeri di Negara domisili principal (dokumen asli diminta diperlihatkan);
6. Surat perjanjian atau penunjukan dari produsen kepada supplier, apabila penunjukan dilakukan oleh supplier, dan harus dilampirkan pula surat persetujuan dari produsen barang sehubungan dengan penunjukan tersebut;
7. Leaflet, brosur, catalog asli dari produk atau jasa yang hendak di ageni; dan
8. Surat pernyataan dari principal dan agen yang ditunjuk yang menyatakan bahwa barang atau jasa tersebut belum ada perusahaan lain yang ditunjuj sebagai agen atau distributor.
 
4) Problematika Kontrak Keagenan
A. hukum keagenan di Indonesia member kebebasan antara principal dan agen untuk menjalin hubungan hukum melalui petunjuk (sepihak dari principal) atau perjanjian (tunduk pada ketentuan mengenai perikatan dari Hukum Perdata), tentu keduanya memiliki implikasi hukum yang bverbeda;
B. Dilihat dari wajib dafta perusahaanya, maka hubungan hukum keagenan, apakah “perjanjian” ataukah “pendaftaran” sebagai penentu legalitas hubungan keagenan? kalau begitu pendaftaran merupakan norma hukum yang bersifat imperative, yang tak bisa dikesampingkan oleh para pelaku bisnis keagenan, sementara apabilah hubungan penentu hubungan keagenan perjanjian, maka pendaftaran hanya merupakancomplementary (pelengkap) yang dapat di kesampingkan;
C. Berbagi persyaratan yang diminta sehubungan permohonan pendaftaran tersebut, tidak hanya sekedar “tanda” menyangkut status dan kedudukan keagenan melainkan lebih menyerupai “izin”;
D. Dengan Surat Keputusan Menteri Perindustrian No. 428/M/SK/12/1987 tentang Agenan Tunggal Pemegang Merek, bila dicermati, untuk beberapa hal menimbulkan kontradiksi bahkan mengesankan terjadinya campur tangan pemerintah terhadap suatu transaksi perdata;
E. Mengenai hak prioritas untuk kepemilikan saham dari principal untuk mendirikan manufaktur dari barang yang diagenkan tersebut, bagaimana seandainya track record dan kinerja yang buruk dari agen buruk? Rasanya mustahul principal menggandengnya.

5) Sengketa-sengketa Keagenan
A. Perselisihan biasanya disebabkan terutama menyangkut tata cara pengakhiran (siapakah yang dimaksud dengan “pihak”; versi principal, pihak adalah agen saja, sementara versi agen, pihak adalah baik principal maupun agen);
B. Standar atau ukuran untuk menilai kegiatan yang tidak memuaskan dari pihak agen;
C. Penjukan agen lain ukuran sebelum ada penyelesaian tuntas;
D. Lemahnya system pengawasan terhadap pelaksanaan kontrak keagenan;
E. Lasih ada anggapan bahwa agen hanyalah melakukan sebatas working relationship, bukan sebagaipartnership dari principal yang kemudian berujung pada “habis manis sepah dibuang”, setelah melakukan berbagai upaya untuk membangun channel of distribution, promosi, pemasaran, dan lain-lainya.

Biasanya, sengketa keagenan dimulai dari tindakan principal yang secara sepihak memutuskan hubungan keagenan, melihat hal demikian, seharusnya untuk menyelesaikan kasus secara tuntas menjadi tanggung jawab pihak principal sekaligus untuk membayar ganti sugi kepada pihak agen.

6) Perbedaan Pokok Agen dengan Distributor

Nathan Weinstock (1987), seperti dikutip Levi Lana (dalam Jurnal Hukum Bisnis, 2001:67), membedakan secara tegas antara agen dengan distributor:
A. Distributor membeli dan menjual barang untuk diri sendiri dan atas tanggung jawab sendiri termasuk memikul semua risiko, sedangka agen melakukan tindakan hukum atas perintah dan tanggung jawab principal dan risiko dipikul oleh principal;
B. Distributor mendapat keuntungan atas margin harga beli dengan harga jual, sementara agen mendapatkan komisi;
C. Distributor bertanggung jawab sendiri atas semua biaya yang dikeluarkan, sedangkan agen memunta pembiayaran kembali atas biaya yang dikeluarkannya;
D. System manajemen dan akuntansi dari distributor bersifat otonom, sedangkan keagenan berhak menagih secara langsung kepada nasabah.


d. Perjanjian Franchising dan Lisensi
1) Pengertian Franchising
Franchising merupakan salah satu bentuk lain dari praktik bisnis, yang paling umum biasanya di bidang restoran cepat saji, hotel, copy center, kantor broker untuk real estate, salon maupun jenis jasa konsultan lainnya.Franchising adalah pemilik dari sebuah merek dagang, nama dagang sebuah rahasia dagang, paten, atau produk (biasanya disebut “Franchisor”) yang memberikan lisensi ke pihak lain (biasanya disebut (franchisee) ) untuk menjual atau member pelayanan dari produk di bawah nama franchisor. Franchisor terhadap aktivitas yang mereka lakukan. Franchisee dan franchisor merupakan dua pihak yang terpisah satu dengan yang lainya.
Di samping beberapa jenis kontrak seperti tersebut diatas KUH Perdata juga mengenal istilah lain dari kontrak untuk:
1. Kontrak jual beli
2. Kontrak sewa menyewa
3. Pemberian atau hibah (shenking)
4. Perseroan (maatchap)
5. Kontrak pinjam meminjam
6. Kontrak penanggungan utang (borgtocht)
7. Kontrak kerja
8. Kontrak pembiayaan

C. BERAKHIRNYA PERJANJIAN
Di dalam KUHPerdata mengatur juga tentang berakhirnya suatu perikatan. Cara berakhirnya perikatan ini diatur dalam Pasal 1381 KUHPerdata yang meliputi:

A. Berakhirnya perikatan karena undang–undang :
1. konsignasi;
2. musnahnya barang terutang
3. kadaluarsa.

B. Berakhirnya perikatan karena perjanjian dibagi menjadi tujuh yaitu:
1. pembayaran;
2. novasi (pembaruan utang);
3. kompensasi;
4. konfusio (percampuran utang);
5. pembebasan utang;
6. kebatalan atau pembatalan, dan
7. berlakunya syarat batal.

Disamping ketujuh cara tersebut, dalam praktik dikenal pula cara berakhirnya
perjanjian (kontrak), yaitu:
1. jangka waktu berakhir;
2. dilaksanakan obyek perjanjian;
3. kesepakatan kedua belah pihak;
4. pemutusan kontrak secara sepihak oleh salah satu pihak, dan
5. adanya putusan pengadilan

D. FUNGSI PERJANJIAN
Fungsi perjanjian dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu fungsi yurudis dan fungsi ekonomis. Fungsi yurudis perjanjian adalah dapat memberikan kepastian hukum para pihak, sedangkan fungsi ekonomis adalah menggerakkan (hak milik) sumber daya dari nilai penggunaan yang lebih rendah menjadi nilai yang lebih tinggi. Biaya dalam Pembuatan Perjanjian Biaya penelitian, meliputi biaya penentuan hak milik yang mana yang diinginkan dan biaya penentuan bernegosiasi, Biaya negosiasi, meliputi biaya persiapan, biaya penulisan kontrak, dan biaya tawar-menawar dalam uraian yang rinci, Biaya monitoring, yaitu biaya penyelidikan tentang objek, Biaya pelaksanaan, meliputi biaya persidnagan dan arbitrase, Biaya kekliruan hukum, yang merupakan biaya sosial.


KESIMPULAN                                     
Kontrak adalah peristiwa dua orang atau lebih untuk saling berjanji dalam melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan tertentu, biasanya diadakan secara tertulis. Para pihak yang melakukan kesepakatan wajib untuk mentaati dan melaksanakan, sehingga perjanjian tersebut menimbulkan hubungan hukum yang di sebut perikatan. Kemudian syarat sahnya perjanjian atau kontrak menurut pasal 1320 KUHP adalah  adanya kata sepakat antara pihak dalam perjanjian, adanya kecakapan berbuat dari para pihak,adanya prihal tertenru,adanya kuasa yang diperbolehkan. Kemudian asas dalam kontrak yaitu Asas konsesualisme,Asas kebebasan berkontrak, Asas Pacta Sunt Servanda, Asas Kepribadian,Asas  Itikad Baik disamping itu beberapa asas lain dalam standar kontak. Suatu kontrak akan berhenti atau berakhir  apabila sudah terjadi suatu hal diantaranya Pembayaran, Penawanran pembayaran tunai di ikuti oleh penyimpanan produk yang hendak dibayarkan itu di suatu tempat, Pembaruan utang, Kompensasi, Percampuran utang, Pembebasan utangHapusnya produk yang diamaksudkan dalam kontrak, Pembatalan kontrak, Akibat berlakunya suatu syarat pembatalan, Berakirnya  waktu sesuai dengan kesepakatan awal perjanjian. Jadi, dalam suatu perjanjian atau kontrak itu ada syarat yang harus dipenuhi untuk mengikat suatu perjanjian dan ada suatu hokum yang mengikatnya serta adanya sanksi jika melanggar perjanjian tersebut.Kemudian suatu perjanjian atau kontrakakan berakir jika terjadi hal yang membuat kontrak itu harus berakhir.


DAFTAR PUSTAKA            
Ade Maman Suherman, 2004. Pengantar Perbandingan Sistem Hukum, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Bintang, Sanusi dan Dahlan, 2000. Pokok-pokok Hukum dan Bisnis, Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Saliman, Abdul R. dkk, 2005. Hukum Bisnis Untuk Perusahaan, Jakarta: Kencana.
Soebekti, R., 1992. KUH perdata, Jakarta: PT Pradnya Paramita.
__________, 2001. Pokok-pokok Hukum Perdata, Jakarta: PT Intermasa   
UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
J. Satrio, 1992.Hukum Perjanjian, Bandung: Citra Aditya Bakti
Miru, Ahmadi, 2008. Hukum Kontrak Perancangan Kontrak.Jakarta :PT RajaGrafindo Prasada.
Subekti, 1996. Hukum Perjanjian.Jakarta: Intermasa.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PROPOSAL LAUNDRY

PROPOSAL JASA LAUNDRY SUPER WASH LAUNDRY Kata Pengantar Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan Rahmat serta karunia-Nya kepada saya. Sehingga saya dapat  menyelesaikan proposal usaha ini yang dengan tepat pada waktunya. Yang dimana proposal usaha ini bernama  “SUPER WASH LAUNDRY”. Proposal ini berisikan tentang bagaimana cara kita untuk membuka suatu bidang usaha. Yang dimana semua tentang cara – cara untuk menentukan lokasi sampai dari modal usaha akan di bahas secara detail. Diharapkan proposal ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang cara untuk membuka suatu usaha. Saya menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya harapkan demi kesempurnaan proposal ini. Akhir kata, saya  sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan proposal ini dari awal sampai akhir. Semoga Tuh

Dasar Hukum Pembentukan Koperasi, Syarat dan Tata Cara Pembentukan dan Struktur Intern dan Ekstern Organisasi Koperasi

1.      Dasar Hukum Pembentukan Koperasi Dalam pelaksanaan koperasi, perlu adanya dasar hokum untuk mengaturnya. Dasar hukum Koperasi Indonesia adalah UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Di dalamnya mengatur tentang fungsi, peran, dan prinsip koperasi. Undang-undang ini disahkan di Jakarta pada tanggal 21 Oktober 1992, di tandatangani oleh Presiden RI Soeharto, Presiden RI pada masa itu dan di umumkan pada Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 116. Dan demikian dengan terbitnya UU Nomor 25 Tahun 1992 maka  UU Nomor 12 Tahun 1967  tentang Pokok-pokok Perkoperasian, Lembaran Negara RI Tahun 1967 Nomor 23 dan Tambahan Lembaran Negara RI Tahun 1967 Nomor 2832, yang sebelumnya dipergunakan dinyatakan tidak berlaku lagi. Koperasi Indonesia berdasarkan  UU No. 25 tahun 1992 , koperasi suatu badan usaha yang dipandang oleh undang-undang sebagai suatu perusahaan. Dimana dibentuk oleh anggota-anggotanya untuk melakukan kegiatan usaha dan menunjang kepentingan ekonomi anggotanya.

Bentuk Organisasi, Hirarki Tanggungjawab dan Pola Manajemen

1.      Bentuk Organisasi menurut Hanel, Ropke, dan di Indonesia Menurut Hanel : Suatu sistem sosial ekonomi atau sosial tehnik yang terbuka dan berorientasi pada tujuan Sub Sistem Koperasi : ·          Individu (pemilik dan konsumen akhir) ·          Pengusaha Perorangan/kelompok ( pemasok /supplier) ·          Badan Usaha yang melayani anggota dan masyarakat Menurut Ropke : Identifikasi Ciri Khusus: ·          Kumpulan sejumlah individu dengan tujuan yang sama (kelompok koperasi) ·          Kelompok usaha untuk perbaikan kondisi sosial ekonomi (swadaya kelompok koperasi) ·          Pemanfaatan koperasi secara bersama oleh anggota (perusahaan koperasi) ·          Koperasi bertugas untuk menunjang kebutuhan para anggotanya (penyediaan barang dan jasa) Sub Sistem Koperasi: ·          Anggota Koperasi ·          Badan Usaha Koperasi ·          Organisasi Koperasi Di Indonesia : Bentuk : Rapat Anggota, Pengurus, Pengelola dan Pengawas Rapat Anggota,